Daftar Blog Saya

Rabu, 23 September 2015

Cerpen


                                                                    LUKA
Gelap datang menyungkup. Lampu padam tiba-tiba. Tentu, tentu dia tidak membunuhnya dengan tangannya sendiri. Untuk apa? Dia bisa membunuhnya melalui tangan orang lain, sama seperti yang biasa ia lakukan kepada orang-orang lain bilamana perlu.
Kalian tidak akan pernah tahu siapa dirinya. Bukan karena ia berseragam, sama sekali bukan. Ini bukanlah soal berseragam atau tidak berseragam, karena membunuh atau tidak membunuh tidak ada hubungannya dengan seragam.
Dirimu dan siapapun di dunia ini memang tidak perlu tahu siapa dirinya sebenarnya. Bukan, bukan karena dia seorang pengecut, tidak ada pengecut yang selalu menantang bahaya seperti dia. Namun, taklebih dan takkurang, karena siapakah dirinya ini, ya, sekali lagi si-a-pa, memang sama sekali tidak penting.
rembulan menghitam di langit malam
lelawa terjatuh tiada pegangan
dingin angin menebarkan dendam
bisikan maut menjelma kutukan
Bisa dibilang ia ini angsa hitam di kelompoknya. Jika hanya dilihat dari segi penampilan, memang sepertinya ia berbaur sempurna dengan teman yang lain. Namun, ketika orang lain mengenalnya lebih jauh, mereka akan menemukan kejangkalan yang ada dalam dirinya. Kejanggalan yang hampir membuatnya jadi anomali di kelompoknya.
Ia memang, seperti nyalanya lilin. Tidak seterang benderang lampu neon atau lampu-lampu yang lain, namun dia mampu menghanguskan seluruh gedung.
Namanya Jonathan, tapi semua orang lebih sering memanggilnya Bepe. Kulitnya kuning langsat, tubuhnya tinggi dengan kacamata kebanggaannya. Garis-garis diwajahnya memancarkan ketegasan, senyum diwajahnya melengkung di bibirnya. Penampilan itu didapat dari penggabungan darah belanda dan manado tak heran semua orang akan memperhatikannya ketika ia lewat.
Perbedaan itulah yang membuat Bepe dijauhi oleh teman kelasnya, bahkan teman satu sekolah. Setelah usaha nya beberapa kali untuk berbaur dengan teman kelasnya terpatahkan, akhirnya ia memilih untuk tidak peduli dengan teman kelasnya. Lagipula,, ia tidak keberatan sama sekali dengan kesendirian yang menemani hidupnya.
Sampai akhirnya ada salah satu seorang murid pindahan SMA Albina yang bernama Raka mendekatinya. Mungkin awalnya hanyalah kedekatan biasa karna kebetulan mereka duduk satu bangku dan dua orang itu sama-sama dianggap aneh di kelas, karena keunikan penampilan dari mereka berdua di lingkungan yang baru. Tapi, dari sana lahirlah hubungan persahabatan yang begitu erat antara Bepe dan Raka yang membuat mereka tak terpisahkan.
Mereka berdua memiliki sifat yang benar-benar berbeda. Bepe yang memang sudah terbiasa sendiri dan diasingkan oleh lingkungannya, tumbuh menjadi pribadi yang pendiam yang lebih gemar menghabiskan waktu di dalam kelas dengan novel di tangannya. Sementara Raka, dengan cepat bisa beradaptasi dengan teman-teman di kelasnya karena sifatnya yang hampir tak bisa diam. Bepe lebih menyukai tempat yang hening dan sepi, sedangkan Raka ia lebih suka berada dalam keramaian. Walaupun sifat keduanya sangat berbeda, hubungan persahabatan mereka tidak pernah putus. Sampai akhirnya Raka memiliki beberapa sahabat lagi yang digabungnya menjadi sebuah kelompok: Cio, Raihan dan Gamal yang memiliki sifat hampir sama dengan Raka.
Mereka tak pernah ragu untuk mencoba hal-hal baru, sekalipun hal itu negative. Karena itu, sekali lagi Bepe orang yang selalu menyendiri dan memiliki sifat pendiam itu menjadi sebuah anomali bahkan didalam kelompoknya sendiri.
Raja siang telah menampakkan sedikit sosoknya yang hangat namun gagah itu. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 13.00 yang berarti sudah waktunya pulang sekolah. Kalau saja bukan karena permintaan Raka, mungkin saat itu Bepe tidak akan ada ditempat itu. Ia melihat kesekeliling nya menikmati pemandangan indah taman belakang sekolah.
 Ayah Raka Kepala Sekolah disitu jadi wajar jika Raka memiliki hak istimewa di sekolah. Dengan diperbolehkannya mengubah gudang sebelah taman belakang sekolah menjadi tempat perkumpulan mereka ketika bel pulang berbunyi.
Ketika semua sedang berkumpul dengan kebebasan penuh yang dikumpulkan menjadi satu seringkali menghasilkan suatu bencana. Seperti kali ini, Bepe benar-benar menduga hal itu tak akan terelakkan. Dua botol minuman keras yang baru di beli Raihan dari Supermarket depan sekolahnya tergeletak begitu saja di meja. Bau alcohol menyeruak dan membuat bepe sedikit pusing. Di antara mereka hanya Bepe yang tidak menyentuh alkohol sama sekali.
“Guys, Muka kalian udah pucat kayak mayat karena kebanyakan minum. Kamu yakin Ka, papa mu gak akan tau soal ini?” kata Bepe khawatir
“Udah deh Pe, lo tuh kayak orang kolot aja sih,” Kata Raka sambil menyipitkan mata untuk berusaha fokus. “Lo sendiri kenapa gak ikut minum. Loser”
Gelak tawa segera memenuhi ruangan tersebut. “Guys, si Bepe kan masih terlalu kecil untuk minum beginian, dan lagipula dia juga belom boleh pegang botol ini!” Kata Gamal terkekeh setelah mengejek Bepe.
Ketika semua sedang asyik ketawa tiba-tiba Raihan mencibir,
“Kalian salah. Bepe Cuma nggak mau image sebagai anak baiknya rusak. Udah gue bilang kan, dia itu sebenernya gak punya tempat di kelompok kita. Lihat aja setiap kita kumpul dia selalu diam saja. Gue nggak ngerti Ka, kenapa orang kayak dia masih mau lo pertahanin” Tawa dan senyum mereka yang tadi memenuhi ruangan seketika hilang dan tergantikan oleh keheningan dan ekspresi kekhwatiran diwajah Cio, Gamal dan Raka.
Memang hubungan antara Raihan dan Bepe tidak pernah baik. Semua orang di kelompok ini bahkan di sekolah pun mengetahui hal itu. Entah apa yang membuat Raihan sangat membenci Bepe, setiap kali ada kesempatan Raihan tak ragu untuk mengejek atau bahkan mengajak berkelahi Bepe. Tapi Bepe hanya selalu diam dan tidak pernah peduli. Bukan hanya sekali keinginan Raihan untuk mengeluarkan Bepe dari kelompok itu. Hanya ketegasan Raka yang membuat Raihan tidak bisa berbuat apa-apa.
“Mending kamu diem aja deh Han, daripada ngomong kata-kata yang gak jelas gitu. Alkohol udah bikin kamu gak waras.” Ketegangan makin meningkat setelah apa yang sudah diucapkan Bepe. Senyum di wajah Bepe membuat Raihan makin naik pitam. Dengan geraman kesal, Raihan hendak beranjak dari kursinya tapi sekali lagi Raka menghentikannya.
”Apaan sih, kalian ini selalu berantem gara-gara hal yang nggak penting. Udah-udah gimana kalo kita main ToD aja? Truth or Dare. Semuanya pada tau kan gimana cara mainnya? Pe, kali ini lo harus ikut main gak peduli lo suka atau nggak. Kalo emang kamu bukan pecundang yang terlalu peduli sama image anak baik. Lo harus ikut. Gimana? Kata Raka mencairkan suasana.
Bepe menatap lurus ke dalam mata Raka sebenarnya ada rasa tak ingin untuk mengikut permainan ini. Tapi setelah melihat mata Raka, ia menemukan keseriusan dalam pandangannya. Sepertinya Raka tidak terlalu mabuk seperti yang lain karena ia sadar ketika Bepe sedang menatap matanya. Dengan sedikit berat hati akhirnya Bepe menyetujui permainan itu. Lagi pula itu hanyalah permainan yang tentu tidak akan berarti apa-apa. Mendapat persetujuan dari Bepe, Raka melihat kearah Raihan dan ia hanya melipat kedua tangan tanpa berkata apapun. Akhirnya Raka memutuskan untuk menganggap gesture itu sebagai persetujuan.
Raka mengambil salah satu botol kosong dari meja dan meletakannya di lantai dalam posisi tertidur. Senyum di wajahnya merekah “Inget yah , aturannya sama seperti biasa. Tinggal pilih truth atau dare dan nggak boleh ada yang mengundurkan diri sebelum mendapatkan giliran. Setuju?” gumaman persetujuan samar-samar terdengar. Raka mulai memutar botol itu, semua mata terfokus pada botol yang terus berputar, sampai akhirnya berhenti mengarah kepada Cio.
“ToD?” ujar Raka
“Truth”
Senyum masam terpampang diwajah Raka, ia pikir Cio akan memilih Dare.”Oke, jujur yah ci. Sebenernya gimana hubungan lo sama si Kintan?” ucap Raka “Gimana yah? Yah gitu deh. Kita Cuma temen biasa belom jadian kok.” Kata Cio
“Masa iya Cuma temen biasa, suka nonton bareng, makan bareng, pulang sama berangkat sekolah juga bareng. Bohong Lu yaa!!” kata Gamal sambil menatap tajam cio “Ehh..ennn..nggak kok. Kita beneran Cuma temen deket doang” ujar Cio gugup.
“Oke Ci, lanjut lo puter deh botolnya” Kata Raka sebagai penengah.
Selanjutnya botol itu berhenti mengarah kepada Raka.
“Sebelum kalian nanya gue pilih duluan aja. Dare
“Oke,” kata Bepe dengan tenang
“Waktu itu sepertinya Cio pernah menyimpan pistol punya papa nya disini kan? Ku tantang kamu… Untuk ambil pistol itu dan menembak Raihan. Sekarang!” ucap Bepe dengan tegas.
Kedua mata Raka membulat, semua orang dibuat diam oleh kata-kata Bepe. Senyap seketika menyeruak kembali, mereka semua menatap Bepe tak percaya, tetapi hanya kesungguhan yang dapat mereka deteksi dari perkataan dan sikap tubuh Bepe saat ini.
“Woii.. Bercanda lo kelewatan, Bepe. Tantangan kayak gitu mana boleh, kan, bahaya!!” Pekik Gamal. Ada kekhawatiran yang nyata dalam suaranya.
“Memangnya tidak boleh? Tadi aku tidak mendengar kalau ada aturan kayak gitu. Jadi, sepertinya aku tidak melanggar aturan apapun.” Bepe membalas ucapan Gamal dengan dingin tanpa menatapnya. Pandangan nya masih tertuju pada Raka yang hanya dibalasnya dalam diam.
“Heii.. Kamu nantang Raka untuk nembak aku pakai pistol hanya karena ejekanku tadi? Itu kelewatan, Bepe!” tukas Raihan. Ia mulai bangkit, matanya memerah menatap wajah Bepe walaupun terlihat pucat. Jantungnya berdetak tak karuan, darah nya bergejolak bak ombak lautan. Keringat dingin mulai mengalir deras membasahi tengkuknya layaknya hujan. Kerongkongannya tercekat bak habis disabet belati.. Ia tidak bisa menebak sebenarnya apa yang sedang Bepe rencanakan atau dipikirkan saat ini, dan itu membuat Raihan makin ketakutan.
Di luar dugaan, ternyata Bepe tertawa terbahak. Tawanya menjadi satu-satunya suara di ruangan itu sementara yang lain hanya tercengang dengan kelakuan Bepe. Setelah tawanya mulai mereda
“Raihan, jadi kamu pikir ejekan kayak gitu bisa bikin aku marah? Ah, persetan dengan semua itu. Tidak! Aku hanya muak saja denganmu. Kamu mencoba mempengaruhi Raka untuk menjauhi aku. Tapi sebenarnya lucu juga, lihat kamu dengan begitu yakinnya bisa bikin Raka berubah pikiran. Ingat Han, Kamu tuh Cuma pendatang baru dikelompok ini. Kamu enggak punya hak untuk ngerebut Raka dari aku.!” Suara Bepe meninggi di kalimat akhir. Ketakutan yang ada dalam diri Raihan makin menjadi-jadi karna ucapan Bepe.
“Ini kenapa alasannya aku harus memilih teman-teman dekatku, Pe.” Raka angkat bicara. Suaranya begitu tenang dengan suasana tegang seperti ini. “Maaf Han, tapi aku nggak bisa nolak tantangan itu.” Raka menuju kardus tempat penyimpanan pistol tersebut. Ketika Raka kembali semua terkejut terkecuali Bepe. Wajah mereka semua langsung pucat.
“Aku udah lakuin tantanganmu, Bepe.”
“Kamu kan belom bunuh dia.” Kata Bepe tak sabar.
“Oh, tapi tadi aku tidak mendengar kalo bilang ambil pistol ini untuk membunuh Raihan. Harusnya kamu lebih spesifik lagi kalau aku ingin membunuh dia. Lagipula kamu tau, kalo sampe dia mati disini pasti susah buang mayat dan beresin darahnya.”
“Ayah mu kan kepala sekolah disini, dan lagi pula ada ayah nya cio sebagai perwira tinggi di militer. Aku yakin kalaupun kamu bunuh dia, tetep aja nggak akan ada hukuman yang berarti buat kamu.” Ucap Bepe
“Dan ingat Tantangan dari ku tadi bukan hanya untuk mengambil pistol tapi kamu juga harus menembak Raihan. Kalau kamu nggak nembak dia sekarang, berarti aku yang akan nembak dia” Dengan gerakan cepat pistol itu telah berpindah tangan ke tangan Bepe.
“Berdiri kamu, Raihan, jangan jadi pengecut!” teriaknya sambil menyokong pistol. Bepe mengarahkan pistol itu tepat didepan wajah Raihan ketika Bepe menekan pelatuk ternyata tidak terjadi apa-apa. Pistolnya tidak berisi peluru. Kosong. Kesempatan ini pun dimanfaatkan Raihan untuk berlari keluar untuk menyelamatkan diri.
Cio, Gamal dan Raka tak sanggup mengeluarkan kata-kata. Akhirnya Raka mendekati Bepe        
“ Bisa bahaya tau kalo misalnya Raihan nuntut kamu. Untung saja tadi peluru nya sudah kuambil terlebih dahulu.” Kata Raka memperingati Bepe.
“Tenang aja, kan nggak ada bukti lagipula dia kan sedang mabuk? Kita semua sedang mabuk. Jadi paling-paling besok dia sudah lupa dengan kejadian hari ini.” Kata Bepe santai.
Raka hanya bisa menggeleng pelan pada saat mendengar alasan Bepe
“Aku nggak nyangka orang sependiem, sebaik, dan sekuper kamu bakalan punya ide mengerikan kayak gitu. Memang yah penampilan bisa menipu”
“Kamu nggak pernah dengar yah dengan satu ungkapan terkenal?” Bepe menyeringai  “The killer is always the silent one”


cerpen ini terinspirasi dari  novel berjudul Truth Or Dare