LUKA
Gelap
datang menyungkup. Lampu padam tiba-tiba. Tentu, tentu dia tidak membunuhnya
dengan tangannya sendiri. Untuk apa? Dia bisa membunuhnya melalui tangan orang
lain, sama seperti yang biasa ia lakukan kepada orang-orang lain bilamana perlu.
Kalian tidak akan pernah tahu siapa dirinya. Bukan karena ia berseragam, sama sekali bukan. Ini bukanlah soal berseragam atau tidak berseragam, karena membunuh atau tidak membunuh tidak ada hubungannya dengan seragam.
Kalian tidak akan pernah tahu siapa dirinya. Bukan karena ia berseragam, sama sekali bukan. Ini bukanlah soal berseragam atau tidak berseragam, karena membunuh atau tidak membunuh tidak ada hubungannya dengan seragam.
Dirimu
dan siapapun di dunia ini memang tidak perlu tahu siapa dirinya sebenarnya.
Bukan, bukan karena dia seorang pengecut, tidak ada pengecut yang selalu
menantang bahaya seperti dia. Namun, taklebih dan takkurang, karena siapakah
dirinya ini, ya, sekali lagi si-a-pa, memang sama sekali tidak penting.
rembulan menghitam di langit
malam
lelawa terjatuh tiada pegangan
dingin angin menebarkan dendam
bisikan maut menjelma kutukan
lelawa terjatuh tiada pegangan
dingin angin menebarkan dendam
bisikan maut menjelma kutukan
Bisa dibilang ia ini angsa
hitam di kelompoknya. Jika hanya dilihat dari segi penampilan, memang
sepertinya ia berbaur sempurna dengan teman yang lain. Namun, ketika orang lain
mengenalnya lebih jauh, mereka akan menemukan kejangkalan yang ada dalam
dirinya. Kejanggalan yang hampir membuatnya jadi anomali di kelompoknya.
Ia memang, seperti nyalanya
lilin. Tidak seterang benderang lampu neon atau lampu-lampu yang lain, namun
dia mampu menghanguskan seluruh gedung.
Namanya Jonathan, tapi semua
orang lebih sering memanggilnya Bepe. Kulitnya kuning langsat, tubuhnya tinggi
dengan kacamata kebanggaannya. Garis-garis diwajahnya memancarkan ketegasan,
senyum diwajahnya melengkung di bibirnya. Penampilan itu didapat dari penggabungan
darah belanda dan manado tak heran semua orang akan memperhatikannya ketika ia
lewat.
Perbedaan itulah yang
membuat Bepe dijauhi oleh teman kelasnya, bahkan teman satu sekolah. Setelah
usaha nya beberapa kali untuk berbaur dengan teman kelasnya terpatahkan,
akhirnya ia memilih untuk tidak peduli dengan teman kelasnya. Lagipula,, ia
tidak keberatan sama sekali dengan kesendirian yang menemani hidupnya.
Sampai akhirnya ada salah
satu seorang murid pindahan SMA Albina yang bernama Raka mendekatinya. Mungkin
awalnya hanyalah kedekatan biasa karna kebetulan mereka duduk satu bangku dan
dua orang itu sama-sama dianggap aneh di kelas, karena keunikan penampilan dari
mereka berdua di lingkungan yang baru. Tapi, dari sana lahirlah hubungan
persahabatan yang begitu erat antara Bepe dan Raka yang membuat mereka tak
terpisahkan.
Mereka berdua memiliki sifat
yang benar-benar berbeda. Bepe yang memang sudah terbiasa sendiri dan
diasingkan oleh lingkungannya, tumbuh menjadi pribadi yang pendiam yang lebih
gemar menghabiskan waktu di dalam kelas dengan novel di tangannya. Sementara
Raka, dengan cepat bisa beradaptasi dengan teman-teman di kelasnya karena
sifatnya yang hampir tak bisa diam. Bepe lebih menyukai tempat yang hening dan
sepi, sedangkan Raka ia lebih suka berada dalam keramaian. Walaupun sifat
keduanya sangat berbeda, hubungan persahabatan mereka tidak pernah putus.
Sampai akhirnya Raka memiliki beberapa sahabat lagi yang digabungnya menjadi
sebuah kelompok: Cio, Raihan dan Gamal yang memiliki sifat hampir sama dengan
Raka.
Mereka tak pernah ragu untuk
mencoba hal-hal baru, sekalipun hal itu negative. Karena itu, sekali lagi Bepe
orang yang selalu menyendiri dan memiliki sifat pendiam itu menjadi sebuah
anomali bahkan didalam kelompoknya sendiri.
Raja siang telah menampakkan
sedikit sosoknya yang hangat namun gagah itu. Jarum jam sudah menunjukkan pukul
13.00 yang berarti sudah waktunya pulang sekolah. Kalau saja bukan karena
permintaan Raka, mungkin saat itu Bepe tidak akan ada ditempat itu. Ia melihat
kesekeliling nya menikmati pemandangan indah taman belakang sekolah.
Ayah Raka Kepala Sekolah disitu jadi wajar
jika Raka memiliki hak istimewa di sekolah. Dengan diperbolehkannya mengubah
gudang sebelah taman belakang sekolah menjadi tempat perkumpulan mereka ketika
bel pulang berbunyi.
Ketika semua sedang
berkumpul dengan kebebasan penuh yang dikumpulkan menjadi satu seringkali
menghasilkan suatu bencana. Seperti kali ini, Bepe benar-benar menduga hal itu
tak akan terelakkan. Dua botol minuman keras yang baru di beli Raihan dari
Supermarket depan sekolahnya tergeletak begitu saja di meja. Bau alcohol
menyeruak dan membuat bepe sedikit pusing. Di antara mereka hanya Bepe yang
tidak menyentuh alkohol sama sekali.
“Guys, Muka kalian udah
pucat kayak mayat karena kebanyakan minum. Kamu yakin Ka, papa mu gak akan tau
soal ini?” kata Bepe khawatir
“Udah deh Pe, lo tuh kayak
orang kolot aja sih,” Kata Raka sambil menyipitkan mata untuk berusaha fokus.
“Lo sendiri kenapa gak ikut minum. Loser”
Gelak tawa segera memenuhi
ruangan tersebut. “Guys, si Bepe kan masih terlalu kecil untuk minum beginian,
dan lagipula dia juga belom boleh pegang botol ini!” Kata Gamal terkekeh
setelah mengejek Bepe.
Ketika semua sedang asyik
ketawa tiba-tiba Raihan mencibir,
“Kalian salah. Bepe Cuma
nggak mau image sebagai anak baiknya rusak. Udah gue bilang kan, dia itu
sebenernya gak punya tempat di kelompok kita. Lihat aja setiap kita kumpul dia
selalu diam saja. Gue nggak ngerti Ka, kenapa orang kayak dia masih mau lo
pertahanin” Tawa dan senyum mereka yang tadi memenuhi ruangan seketika hilang
dan tergantikan oleh keheningan dan ekspresi kekhwatiran diwajah Cio, Gamal dan
Raka.
Memang hubungan antara
Raihan dan Bepe tidak pernah baik. Semua orang di kelompok ini bahkan di
sekolah pun mengetahui hal itu. Entah apa yang membuat Raihan sangat membenci
Bepe, setiap kali ada kesempatan Raihan tak ragu untuk mengejek atau bahkan
mengajak berkelahi Bepe. Tapi Bepe hanya selalu diam dan tidak pernah peduli.
Bukan hanya sekali keinginan Raihan untuk mengeluarkan Bepe dari kelompok itu.
Hanya ketegasan Raka yang membuat Raihan tidak bisa berbuat apa-apa.
“Mending kamu diem aja deh
Han, daripada ngomong kata-kata yang gak jelas gitu. Alkohol udah bikin kamu
gak waras.” Ketegangan makin meningkat setelah apa yang sudah diucapkan Bepe.
Senyum di wajah Bepe membuat Raihan makin naik pitam. Dengan geraman kesal,
Raihan hendak beranjak dari kursinya tapi sekali lagi Raka menghentikannya.
”Apaan sih, kalian ini
selalu berantem gara-gara hal yang nggak penting. Udah-udah gimana kalo kita
main ToD aja? Truth or Dare. Semuanya
pada tau kan gimana cara mainnya? Pe, kali ini lo harus ikut main gak peduli lo
suka atau nggak. Kalo emang kamu bukan pecundang yang terlalu peduli sama image
anak baik. Lo harus ikut. Gimana? Kata Raka mencairkan suasana.
Bepe menatap lurus ke dalam
mata Raka sebenarnya ada rasa tak ingin untuk mengikut permainan ini. Tapi
setelah melihat mata Raka, ia menemukan keseriusan dalam pandangannya.
Sepertinya Raka tidak terlalu mabuk seperti yang lain karena ia sadar ketika
Bepe sedang menatap matanya. Dengan sedikit berat hati akhirnya Bepe menyetujui
permainan itu. Lagi pula itu hanyalah permainan yang tentu tidak akan berarti
apa-apa. Mendapat persetujuan dari Bepe, Raka melihat kearah Raihan dan ia
hanya melipat kedua tangan tanpa berkata apapun. Akhirnya Raka memutuskan untuk
menganggap gesture itu sebagai persetujuan.
Raka mengambil salah satu
botol kosong dari meja dan meletakannya di lantai dalam posisi tertidur. Senyum
di wajahnya merekah “Inget yah , aturannya sama seperti biasa. Tinggal pilih truth atau dare dan nggak boleh ada yang mengundurkan diri sebelum mendapatkan
giliran. Setuju?” gumaman persetujuan samar-samar terdengar. Raka mulai memutar
botol itu, semua mata terfokus pada botol yang terus berputar, sampai akhirnya
berhenti mengarah kepada Cio.
“ToD?” ujar Raka
“Truth”
Senyum masam terpampang
diwajah Raka, ia pikir Cio akan memilih Dare.”Oke, jujur yah ci. Sebenernya
gimana hubungan lo sama si Kintan?” ucap Raka “Gimana yah? Yah gitu deh. Kita
Cuma temen biasa belom jadian kok.” Kata Cio
“Masa iya Cuma temen biasa,
suka nonton bareng, makan bareng, pulang sama berangkat sekolah juga bareng.
Bohong Lu yaa!!” kata Gamal sambil menatap tajam cio “Ehh..ennn..nggak kok.
Kita beneran Cuma temen deket doang” ujar Cio gugup.
“Oke Ci, lanjut lo puter deh
botolnya” Kata Raka sebagai penengah.
Selanjutnya botol itu berhenti
mengarah kepada Raka.
“Sebelum kalian nanya gue
pilih duluan aja. Dare”
“Oke,” kata Bepe dengan
tenang
“Waktu itu sepertinya Cio
pernah menyimpan pistol punya papa nya disini kan? Ku tantang kamu… Untuk ambil
pistol itu dan menembak Raihan. Sekarang!” ucap Bepe dengan tegas.
Kedua mata Raka membulat,
semua orang dibuat diam oleh kata-kata Bepe. Senyap seketika menyeruak kembali,
mereka semua menatap Bepe tak percaya, tetapi hanya kesungguhan yang dapat
mereka deteksi dari perkataan dan sikap tubuh Bepe saat ini.
“Woii.. Bercanda lo
kelewatan, Bepe. Tantangan kayak gitu mana boleh, kan, bahaya!!” Pekik Gamal.
Ada kekhawatiran yang nyata dalam suaranya.
“Memangnya tidak boleh? Tadi
aku tidak mendengar kalau ada aturan kayak gitu. Jadi, sepertinya aku tidak
melanggar aturan apapun.” Bepe membalas ucapan Gamal dengan dingin tanpa
menatapnya. Pandangan nya masih tertuju pada Raka yang hanya dibalasnya dalam
diam.
“Heii.. Kamu nantang Raka
untuk nembak aku pakai pistol hanya karena ejekanku tadi? Itu kelewatan, Bepe!”
tukas Raihan. Ia mulai bangkit, matanya memerah menatap wajah Bepe walaupun
terlihat pucat. Jantungnya berdetak tak karuan, darah nya bergejolak bak ombak
lautan. Keringat dingin mulai mengalir deras membasahi tengkuknya layaknya
hujan. Kerongkongannya tercekat bak habis disabet belati.. Ia tidak bisa
menebak sebenarnya apa yang sedang Bepe rencanakan atau dipikirkan saat ini,
dan itu membuat Raihan makin ketakutan.
Di luar dugaan, ternyata
Bepe tertawa terbahak. Tawanya menjadi satu-satunya suara di ruangan itu
sementara yang lain hanya tercengang dengan kelakuan Bepe. Setelah tawanya
mulai mereda
“Raihan, jadi kamu pikir
ejekan kayak gitu bisa bikin aku marah? Ah, persetan dengan semua itu. Tidak!
Aku hanya muak saja denganmu. Kamu mencoba mempengaruhi Raka untuk menjauhi
aku. Tapi sebenarnya lucu juga, lihat kamu dengan begitu yakinnya bisa bikin
Raka berubah pikiran. Ingat Han, Kamu tuh Cuma pendatang baru dikelompok ini.
Kamu enggak punya hak untuk ngerebut Raka dari aku.!” Suara Bepe meninggi di
kalimat akhir. Ketakutan yang ada dalam diri Raihan makin menjadi-jadi karna
ucapan Bepe.
“Ini kenapa alasannya aku
harus memilih teman-teman dekatku, Pe.” Raka angkat bicara. Suaranya begitu
tenang dengan suasana tegang seperti ini. “Maaf Han, tapi aku nggak bisa nolak
tantangan itu.” Raka menuju kardus tempat penyimpanan pistol tersebut. Ketika Raka
kembali semua terkejut terkecuali Bepe. Wajah mereka semua langsung pucat.
“Aku udah lakuin
tantanganmu, Bepe.”
“Kamu kan belom bunuh dia.”
Kata Bepe tak sabar.
“Oh, tapi tadi aku tidak
mendengar kalo bilang ambil pistol ini untuk membunuh Raihan. Harusnya kamu
lebih spesifik lagi kalau aku ingin membunuh dia. Lagipula kamu tau, kalo sampe
dia mati disini pasti susah buang mayat dan beresin darahnya.”
“Ayah mu kan kepala sekolah
disini, dan lagi pula ada ayah nya cio sebagai perwira tinggi di militer. Aku
yakin kalaupun kamu bunuh dia, tetep aja nggak akan ada hukuman yang berarti
buat kamu.” Ucap Bepe
“Dan ingat Tantangan dari ku
tadi bukan hanya untuk mengambil pistol tapi kamu juga harus menembak Raihan.
Kalau kamu nggak nembak dia sekarang, berarti aku yang akan nembak dia” Dengan
gerakan cepat pistol itu telah berpindah tangan ke tangan Bepe.
“Berdiri kamu, Raihan,
jangan jadi pengecut!” teriaknya sambil menyokong pistol. Bepe mengarahkan
pistol itu tepat didepan wajah Raihan ketika Bepe menekan pelatuk ternyata
tidak terjadi apa-apa. Pistolnya tidak berisi peluru. Kosong. Kesempatan ini
pun dimanfaatkan Raihan untuk berlari keluar untuk menyelamatkan diri.
Cio, Gamal dan Raka tak
sanggup mengeluarkan kata-kata. Akhirnya Raka mendekati Bepe
“ Bisa bahaya tau kalo
misalnya Raihan nuntut kamu. Untung saja tadi peluru nya sudah kuambil terlebih
dahulu.” Kata Raka memperingati Bepe.
“Tenang aja, kan nggak ada
bukti lagipula dia kan sedang mabuk? Kita semua sedang mabuk. Jadi
paling-paling besok dia sudah lupa dengan kejadian hari ini.” Kata Bepe santai.
Raka hanya bisa menggeleng
pelan pada saat mendengar alasan Bepe
“Aku nggak nyangka orang
sependiem, sebaik, dan sekuper kamu bakalan punya ide mengerikan kayak gitu.
Memang yah penampilan bisa menipu”
“Kamu nggak pernah dengar
yah dengan satu ungkapan terkenal?” Bepe menyeringai “The
killer is always the silent one”
cerpen ini terinspirasi dari novel berjudul Truth Or Dare